ROI (Return of Investment)

            ROI (Return of Investment) adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur perencanaan investasi. Definisi mengenai ROI terdapat beberapa pendapat, seperti oleh Rainer, etc (2013) menjelaskan bahwa ROI sebagai sebuah alat ukur efektifitas manajemen dalam menghasilkan keuntungan (profit) dengan memanfaatkan asset yang tersedia.  ROI adalah sebuah persentase, dimana semakin tinggi persentase yang dikembalikan akan semakin baik. Botchkarev dan Andru (2011) menjelaskan ROI sebagai salah satu metrik pengukuran dan evaluasi kinerja yang sering digunakan di dalam melakukan analisis bisnis. Dikutip dari http://www.investopedia.com, pengertian ROI adalah metode ukuran kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi investasi atau untuk membandingkan efisiensi sejumlah investasi yang berbeda. ROI mengukur jumlah laba atas investasi yang berkaitan dengan biaya investasi. Untuk menghitung ROI, keuntungan (atau pengembalian) investasi dibagi dengan biaya investasi, dan hasilnya dinyatakan sebagai persentase atau rasio.

Berdasarkan jurnal dari Matthews (2011) menyebutkan bahwa sebuah laporan yang membahas nilai dalam hal ROI biasanya akan membuat pernyataan seperti “untuk setiap dolar yang mendukung bisnis, bisnis melihat laba atas investasi dolar X” (selalu lebih dari satu dolar).

Menurut Corman (2012) bahwa ada beberapa hal yang terkadang perusahaan tidak menggunakan ROI di dalam penghitungan sebuah bisnis. Hal-hal tersebut antara lain :

  1. Dibutuhkan usaha dan menghabiskan waktu untuk menghasilkan analisis kasus bisnis dan untuk menghitung metrik keuangan.
  2. Analisis kasus bisnis tunduk pada “permainan”.

Dijabarkan juga oleh Corman (2012) bahwa kedua hal itu sebenarnya salah. Hal ini ditegaskan bahwa Memang benar bahwa membangun analisis kasus bisnis yang efektif dan komprehensif memerlukan usaha dan keahlian. Namun, dibandingkan dengan sumber daya terbuang pada proyek yang dianggap tidak tepat, biaya untuk membangun cost-benefit analysis tidak signifikan. Yang dinyatakan, departemen perusahaan atau penganggaran dapat menetapkan kualifikasi skala untuk dikenai analisis kasus bisnis, yaitu hanya proyek dengan biaya yang diproyeksikan selama ambang batas tertentu memerlukan produksi dan persetujuan untuk analisis kasus bisnis. Selain itu memang benar bahwa hasil analisis kasus bisnis mungkin terdistorsi, sengaja atau tidak sengaja, oleh orang yang memproduksinya. Hal ini sangat mungkin terjadi jika ada hasil yang menguntungkan bagi individu yang menghasilkan analisis kasus bisnis jika proyek tersebut disetujui; Jika sebuah proyek yang disetujui menghasilkan lebih banyak pengaruh, kompensasi tambahan, atau keamanan kerja yang lebih besar kepada manajer proyeknya, maka individu tersebut memiliki insentif untuk melebih-lebihkan manfaat yang diharapkan atau untuk meminimalkan biaya yang diharapkan. Analisis kasus bisnis menurut sifatnya bisa sangat sensitif terhadap masukan mereka, sehingga penyesuaian kecil pada satu atau dua hal pun dapat memiliki efek yang signifikan. (Astari Retnowardhani)