Penerapan Pembayaran Non-Tunai Pada Bus Rapid Transit (BRT) Kota Tangerang

Oleh Muhamad Fadhly & Gunawan Wang

Permasalah nyata yang selalu dialami oleh semua kota metropolitan salah satunya adalah kemacetan. Hal tersebut diiringi dari tingginya pertumbuhan kendaraan bermotor berbanding pertumbuhan jalan raya yang menjadi landasan pergerakannya. Pemanfaatan sarana transformasi publik dinilai oleh sebagian orang dapat menjadi solusi kemacatan tersebut, seperti hal nya juga yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang untuk membangun sarata transformasi publik yang diharapkan akan dapat menjadi solusi kemacetan dikota ini.
Tepatnya, diresmikan pada 2 Desember 2016 hingga saat ini BRT Kota Tangerang Telah Melayani 3 (koridor) pelayanan diantaranya : Jatiuwung – Poris Plawad PP, Cibodas – Poris Plawad PP dan CBD Ciledug – Tangerang City PP dengan jumlah layanan 10 (sepuluh) bus ditiap-tiap koridornya. Dan sesuai komitme, melalui Dinas Perhubungan terus berupaya menambah layanan koridor yang ditargetkan pada akhir tahun 2020 akan sedia pelayanan hingga 5 (lima) koridor.
Untuk mengkatkan pelayanannya dicanangkan pula untuk dapat melakukan transformasi dari sisi pembayar yang awalnya pada awal diluncurkan masih melakukan pembayaran secara cash dan saat ini telah menerapkan pembayaran jasa moda transportasinya secara non-tunai. Beikuta adalah transfomasi hal tersebut ditinjau dari 5 (lima) domain perubahan digital :
• Customers
Seiring dengan sedang meningkatnya penggunaan pembayaran secara digital diindonesia baik melalui layanan perbankan ataupun e-wallet, Dinas Perhubungan menggandeng Bank BJB sebagai rekanan yang akan memfasilitasi metode pembayaran non-tunai ini. Setiap pembayaran yang akan dilakukan oleh setiap calon penumpang disetiap akan menaiki bus diwajibkan untuk melakukan pembayaran melalui mesin EDC (Electronic Data Capture) yang akan menangkap segala transaksi baik melalui tempel kartu pembayaran atau pemindaian kode tertentu.
• Competition
Pemilihan dan penunjukan Bank BJB sebagai mitra pembayaran BRT ini juga sangat beralasan, karena secara layanan perbankan Bank BJB telah mampu mengakomodir segala kebutuhan metode pembayaran mulai dari tapping kartu prabayar hingga metode pembayaran yang lebih mutakhir melalui scan QR code. Dan dilain sisi Bank BJB merupakan mitra pengelolaan keuangan dan kas daerah, sehingga diharapkan akan mempermudah juga mempersingkat penyetoran transaksi dari setiap EDC ke rekening pendapatan/retrebusi pada Dinas Perhubungan Kota Tangerang.
• Data
Inovasi penggunaan pembayaran non-tunai pada BRT ini merupakan sebuah lompatan yang sangan tinggi, karena seluruh informasi dan data transaksi pembayaran yang terjadi dapat dengan mudah dan lebih cepat diperoleh. Tentunya sangat sangat berbanding tebalik ketika masih menggunakan transaksi tunai, karena memerlukan lebih banyak waktu untuk merekap laporan transaksi harian dari tiap-tiap bus yang beroperasi, terlebih lagi harus menyetorkan uang pendapatannya kepada bank mitra untuk dijadikan dasar pendapatan/retrebusi sektoral.
• Innovation
Titik inovasi yang saat ini dijalankan secara garis besar adalah peralihan dari yang awalnya pembayaran tunai menjadi non-tunai melalui kartu pra-bayar atau pemindaian kode. Untuk percobaan transisinya dari sisi penumpang diawali dari tahap sosialisasi, yang mana bahwa kedepannya akan tidak dijalankan lagi metode pembayaran tunai dan beralih ke non-tunai. Dan saat transisinya ini dijalankan 2 (dua) metode pembayaran yaitu tunai dan non-tunai. Dan ketika masa sosialisasi berakhir selanjutanya yaitu berlakunya 1 (satu) metode pembayaran yaitu secara non-tunai
• Value
Dari proses perubahan yang telah dijalankan. Maka didapatkan lah sebuah nilai yang berhasil didapat diantaranya adalah sebagai berikut :
o Perubahan budaya pembayaran penumpang dari awalnya menyiapkan tunai menjadi berbentuk uang elektronik ataupun e-wallet
o Perubahan transaksi non-tunai menjaga akurasi nilai transaksi karena menghindari kurang bayar atau lebih bayar.
o Tahapan rekapitulasi keuangan dapat dilakukan secara akuntabel dan terhindar dari kesalahan administrasi pelaporan yang berakibat pada kerugian penerimaan/retrebusi daerah.