Data Science, Artificial Intelligence Dan Big Data: Tiga Paradigma Baru Dalam Sistem Informasi

Oleh Tuga Mauritsius

Perkembangan teknologi informasi saat ini telah sedemikian pesat, yang menurut Petar Kocovic[1] mengikuti 4 teori fenomenal yakni Shannon’s law (transmisi informasi), Moore’s law (kemampuan data processing), Gilder’s law (peningkatan bandwith komunikasi data) , dan Metcalfe’s law (peningkatan nilai suatu network). Ke empat fenomena ini secara bersamaan memicu apa yang dinamakan “The network era”, atau “The real time information”, atau “The e-(electronic) era”, dan berbagai atribut lainnya yang menyiratkan suatu era dimana seseorang atau perusahaan/ organisasi bahkan mesin terhubung satu dengan yang lain dan mampu bertukar informasi secara instant dan melampaui kendala kendala geografis dan waktu. Inilah fenomena yang oleh Weiser [2] disebut dengan “ubiquitous computing”, yang juga merupakan salah satu pilar yang mendukung terjadinya revolusi Industri 4.0.

Dalam beberapa dekade terakhir ini ditandai dengan investasi yang luas dalam infrastruktur bisnis, yang telah meningkatkan kemampuan untuk mengumpulkan data di seluruh perusahaan. Hampir setiap aspek bisnis sekarang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam membangkitkan, dan mengumpulan data mulai dari operasi, manufaktur, manajemen rantai pasokan, layanan pelanggan, kampanye pemasaran, dan sebagainya. Pada waktu bersamaan, Informasi banyak pula tersedia dari sumber sumber eksternal seperti tren pasar, industry berita, gerakan pesaing, sensor, dan media sosial sebagai dampak langsung dari fenomena “Ubiquituos computing”.

Ketersediaan data yang luas ini semakin meningkatkan minat pada metode untuk mengekstrak informasi dan pengetahuan yang berguna. Bahkan belakangan ini banyak perusahaan perusahaan besar skala global seperti Netflix, Amazon, Yotube, Google, dll yang telah memanfaatkan kemampuan menganalisa data untuk meraih keunggulan competitive. Bagi banyak pelaku bisnis modern, data adalah “new oil”. Data dapat diibaratkan sebagai minyak mentah, yang apabila ditambang dan disuling melalui proses yang tepat, akan menghasilkan komoditi yang bernilai sangat tinggi.

Business intelligence (BI) dan Business Analytic (BA)disingkat BI/BA merupakan dua istilah yang sudah dikenal cukup lama dalam dunia business. Istilah ini diperkenalkan tahun 1989 oleh Howard Dresner (Gartner analyst) [3] untuk memayungi seluruh aktifitas yang terkait dengan pembuatan laporan, dashboard, multi-dimensional analysis, query, statistical analysis, peramalan, model dan simulasi bisnis yang digunakan untuk meningkatkan revenue, mengurangi biaya dan atau keduanya. Sedangkan Business Analytics merupakan bagian dari BI yang terkait dengan statistical analysis, peramalan, pembuatan model dan simulasi bisnis, untuk meningkatkan profit.

Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini di dalam dunia IT dan komunitas akademis pada umumnya istilah BI dimaknai sebagai salah satu pendekatan yang hanya bersifat deskriptip, tanpa kemampuan prediktip atau preskriptip dan data yang diolah adalah data yang dikenal secara tradisional dalam bentuk yang terstruktur. Sedangkan disiplin yang memiliki kemampuan mengolah/ menganalisa data/ big data dengan metode analisa yang lebih maju disebut dengan Data Science.

Data scientist merupakan profesi yang masih relative baru yang diperkenalkan beberapa tahun belakang ini. Profesi ini mendapat liputan luas media IT dan para profesionalnya dilaporkan dicari oleh banyak organisasi baik public maupun swasta. Pada tahun 2012, Harvard Business Review menyebutnya sebagai “The Sexiest Job of the 21st Century”.

Dalam laporan yang dilansir oleh Glassdoor.com, sebuah situs pencari kerja terkenal, pada tahun 2016 dan 2017, profesi ini merupakan profesi yang menduduki peringkat satu di Amerika dalam hal kepuasaan kerja, ketersediaan lapangan kerja dan gaji. Sejalan dengan itu, Linked in (2017)  melaporkan ranking puncak professional yang dicari masih didominasi oleh pekerjaan yang terkait dengan Data Science. Tanggung jawab utama seorang data scientist mencakup mengumpulkan, menganalisis data, dan menggunakan berbagai jenis analitik dan alat pelaporan untuk mendeteksi pola, tren, dan hubungan dalam kumpulan data. Data science, Big Data dan Artificial Inteligence memiliki kaitan yang sangat erat. Dalam menganalis data, data science menggunakan hampir semua technique dan tools yang dikembangkan dalam AI. Istilah Big data sendiri mengacu pada proses penciptaan, penyimpanan, transmisi/ distribusi dan pengolahan data yang memiliki karakter 3 V yakni “Volume” yang besar, “Velocity” yang sangat cepat dan “Variety” yang sangat beragam;
terstruktur maupun tidak. Tugas seorang data scientist dalam konteks ini juga berurusan dengan menganalisis big data (Big Data Analytics) sebagai bahan mentah.

Dalam context system informasi, Data Science memunculkan sebuah paradigma baru. Sejauh ini system informasi dipandang sebagai sebuah system yang dibangun dengan tujuan mengelola data dan informasi yang mengalir dalam sebuah organisasi baik untuk keperluan operasional maupun pengambilan keputusan strategis. Data Science mengangkat substansi yang dikelola menjadi satu level lebih tinggi dari informasi menjadi knowledge yang diperlukan untuk mendukung setiap keputusan pada setiap level organisasi, baik itu di level executive, manager maupun operator.

Knowledge yang dihasilkan data science akan jauh lebih berkualitas, tepat waktu, dan bernilai strategis. Keputusan yang diambil pada setiap level akan jauh lebih akurat karena itu dilakukan berdasarkan data (Data Driven Decision making). Terdapat sangat banyak contoh kasus penerapan data science di dalam dunia industry/perusahaan dan organisasi pada umumnya. Beberapa diantaranya, seperti di bidang telekomunikasi, prediksi churn dari pelanggan. Di bidang financial, dimanfaatkan untuk investment strategy, pencegahan penipuan (fraud), credit scoring, money laundering dan regulatory dan compliance analysis. Di bidang operational, pengenalan wajah untuk absensi, prediksi maintenance mesin, prediksi produksi, prediksi kerusakan suku cadang mobil dll. Dalam bidang retail / e-commerce, data science digunakan untuk reccommender system (Next Product to Buy). Dalam bidang marketing dikenal targeted marketing, promo dll. Saat ini terjadi revolusi dalam periklanan, sebagai dampak dari peningkatan tajam waktu yang dihabiskan pengguna internet untuk online. Seorang data scientist dapat memanfaatkan data ini untuk melancarkan real time advertising yang sudah dicustomized dengan pengguna tertentu. Terdapat juga pemanfaatan dibidang kesehatan, dimana data science digunakan untuk menganalisa rekam medis dari berbagai pasien untuk dapat memprediksi perawatan seperti apa yang tepat untuk pasien yang baru sedang diperiksa. Area penerapan Data Science tersebar dimana mana dan bersifat multi level.

Di dalam mata kuliah BI/BA di MMSI Binus anda akan diajak menggali lebih dalam tentang apa dan bagaimana Data Science melalui pendekatan 3E yaitu Exposure, Experience dan Exploration. Anda diharapkan terinspirasi setelah memahami bagaimana organisasi organisasi di dunia memanfaatkan Data Science dalam pengambilan keputusan (Exposure). Selanjutnya dengan memanfaatkan berbagai tools dan cases yang real anda diajak untuk mengalami (Experience) sendiri bagaimana melakukan proses extraksi knowledge yang dilakukan seorang Data Scientist. Dari kedua aktifitas di atas, diharapkan anda terdorong untuk lebih lanjut meng“Explore” segenap potensi yang dapat ditawarkan Data Science dalam memecahkan masalah masalah bisnis dalam konteks yang berbeda.

Referensi
1. Kocovic, P. (2008). Four laws for today and tomorrow. Journal of applied research and technology, 6(3), 133-146.
2. Weiser, M. (1994, March). Ubiquitous computing. In ACM Conference on Computer Science (Vol. 418, No. 10.1145, pp. 197530-197680).
3. Dresner, H. (1989). Business intelligence. Gartner Inc.